Entri Populer

Minggu, 25 April 2010

Pengeluaran Pemerintah

BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kewajiban negara dalam rangka menjaga kelangsungan kedaulatan negara (pemerintah) dan meningkatkan kemakmuran masyarakat, mencakup: mempersiapkan, memelihara, dan melaksanakan keamanan negara, menyediakan dan memelihara fasilitas untuk kesejahteraan sosial dan perlindungan sosial, termasuk fakir miskin, jompo, yatim piatu, masyarakat miskin, pengangguran, menyediakan dan memelihara fasilitas kesehatan, menyediakan dan memelihara fasilitas pendidikan. Sebagai konsekuensi pelaksanaan kewajibannya, pemerintah perlu dana yang memadai, dianggarkan melalui APBN/APBD, dan pada saatnya harus dikeluarkan melalui Kas Negara/Kas Daerah.

Dalam APBN, pengeluaran Pemerintah Pusat dibedakan menjadi Pengeluaran untuk Belanja dan Pengeluaran untuk Pembiayaan. Pengeluaran untuk belanja terdiri dari: Belanja Pemerintah Pusat seperti Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal, Pembayaran Bunga Utang, Subsidi, Belanja Hibah, Bantuan Sosial, Belanja Lain-lain, dan Dana yang dialokasikan ke Daerah seperti Dana Perimbangan, Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian. Sedangkan Pengeluaran untu Pembiayaan tediri dari Pengeluaran untuk Obligasi Pemerintah, Pembayaran Pokok Pinjaman Luar Negeri, dan Pembiayaan lain-lain.
Adapun jenis-jenis Pengeluaran Negara menurut sifatnya terdiri dari Pengeluaran Investasi, Pengeluaran Penciptaan Lapangan Kerja, Pengeluaran Kesejahteraan, Pengeluaran untuk Penghematan Masa Depan, dan Pengularan Lainnya. Pengeluaran Investasi merupakan pengeluaran yang ditujukan untuk menambah kekuatan dan ketahanan ekonomi di masa datang, misalnya, pengeluaran untuk pembangunan jalan tol, pelabuhan, bandara, satelit, peningkatan kapasitas SDM, dll. Pengeluaran Penciptaan Lapangan Kerja merupakan pengeluaran untuk menciptakan lapangan kerja, serta memicu peningkatan kegiatan perekonomian masyarakat.
Pengeluaran Kesejahteraan Rakyat merupakan pengeluaran yang mempunyai pengaruh langsung terhadap kesejahteraan masyarakat, atau pengeluaran yang dan membuat masyarakat menjadi bergembira, misalnya pengeluaran untuk pembangunan tempat rekreasi, subsidi, bantuan langsung tunai, bantuan korban bencana.
Sedangkan Pengeluaran Untuk Masa Depan merupakan pengeluaran yang tidak memberikan manfaat langsung bagi negara, namun bila dikeluarkan saat ini akan mengurangi pengeluaran pemerintah yang lebih besar di masa yang akan datang, pengeluaran untuk kesehatan dan pendidikan masyarakat, dan pengeluaran untuk anak-anak yatim. Sedangkan Pengeluaran Lain-lain merupakan pengeluaran tidak produktif yang tidak memberikan manfaat secara langsung kepada masyarakat, namun diperlukan oleh pemerintah, misalnya pengeluaran untuk biaya perang.
B. Perumusan Masalah
Apakah yang dimaksud pengeluaran pemerintah? Bagaimanakah pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap output nasional di beberapa negara? Bagaimanakah teori mengenai pengeluaran pemerintah dari beberapa ekonom ataupun pemikir sosial lainnya?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan penulisan ini untuk melakukan eksplorasi atau memahami ebih lanjut tentang pengeluran pemerinntah. Manfaat penulisan ini memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang pengeluaran pemerintah






BAB I
PENGELUARAN PEMERINTAH
Beikutnya dibahas sekilas penjelasan berbagai penelitian tentang pengeluaran pemerintah yang dikutip Tulsidharan seperti penelitian Landau (1986), Barro (1989,1990) Kormendi dan Meguire (1985), Ram (1986), Ashauer (1989), Cashin (1995), Rubinson (1977) Levine dan Renelt (1992). Pembahasan lainnya adalah teori Musgrave dan Rostow, Wagner, Peacock dan Wiseman terkait dengan kebijakan pemerintah mengenai pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi juga tentang kaitan antara pengeluaran pemerintah dan crowding out. Bab II Pembahasan diakhiri dengan dua subbab yaitu tentang peranan pengeluaran pemerintah dalam ekonomi Islam dan pengeluaran pemerintah menurut ekonomi Pancasila.
A. Penelitian Arthur Goldsmith (2008)
Arthur Goldsmith. (2008), menyatakan bahwa peningkatan belanja pemerintah dapat memperluas permintaan agregat dalam jangka pendek tetapi juga dapat meningkatkan tingkat suku bunga sehingga akan menurunkan investasi swasta dalam jangka panjang. Belanja pemerintah dibagi menjadi dua komponen: konsumsi masyarakat dan investasi publik. Efek jangka pendek dari peningkatan belanja pemerintah adalah sama untuk kedua komponen tetapi berbeda untuk efek jangka panjang.
Belanja sektor publik dapat diklasifikasikan berdasar produktivitas. Membedakan antara pengeluaran pemerintah yang mempengaruhi produktivitas dan untuk konsumsi penting untuk dipahami sebagai konsekuensi intervensi fiskal melalui perubahan dalam pengeluaran pemerintah. Dampak pengeluaran pemerintah dalam jangka panjang terhadap kinerja agregat ekonomi tergantung pada kinerja pemerintah. Dalam jangka pendek belanja pemerintah akan memperluas permintaan agregat tetapi peningkatan belanja pemerintah atas biaya dana pinjaman, akan menyempitkan beberapa investasi swasta dan menghambat pertumbuhan permintaan agregat.
Crowding Out akhirnya dapat menurunkan stok modal swasta, dan pada gilirannya, dalam jangka panjang akan menurunkan produktivitas sehingga akan mengurangi output dan kapasitas produksi. Oleh karena itu diperlukan treatment ketidakseimbangan kebijakan fiskal dalam bentuk pengeluaran pemerintah yang memisahkan kedalam pengeluaran untuk konsumsi dan investasi.
Pemerintah dapat meningkatkan pertumbuhan dengan mengubah komposisi pengeluaran kedalam kegiatan berbasis produktivitas, tanpa mengubah tingkat pengeluaran atau pajak penghasilan. Pendekatan pasar modal dan obligasi digunakan untuk menggambarkan pengeluaran pemerintah (kebijakan moneter), selain dengan kebijakan fiskal (pada pasar barang).
Di pasar modal, terdapat orang yang memiliki dana dan orang meminjam untuk investasi. Ekspektasi keuntungan (ψe) akan meningkatkan investasi sektor swasta (IP). Produktivitas tergantung pada modal swasta (KP) dan modal publik atau pemerintah (KG). Tabungan oleh rumah tangga dan perusahaan (SP), tabungan oleh pemerintah (SG) sehingga S = SP + SG, SG = T – G, dengan T = Pendapatan pajak dan G = belanja pemerintah.
Model penawaran dan permintaan Agregat digunakan untuk menentukan output riil (Y) dan harga (P). Dengan memahami AD = AD(C,IP, GC, GI), tingkat permintaan agregat ditentukan oleh belanja konsumsi rumah tangga (C), belanja investasi sektor swasta (IP), dan belanja pemerintah (G) yang dipisah menjadi belanja konsumsi (GC) dan belanja investasi (GI).
Kurva penawaran barang agregat jangka panjang (AS) menunjukkan hubungan antara tingkat harga agregat dan output agregat yang didukung oleh semua faktor (KP) dan (KG). Pengeluaran investasi pemerintah untuk modal publik juga akan meningkatkan penawaran agregat, dengan dengan kata lain; ¬IG¬ÞKG¬Þψe¬ÞIP¬ÞKP¬ÞAS dan AS = AS(KP, KG, dimana KP = KP (IP), dan IP = IP[ψe(KG)], serta KG= KG(GI).

Pertumbuhan produktivitas merupakan kunci penentu peningkatan standar hidup. Jika pengambil kebijakan ingin mendorong pertumbuhan standar hidup, maka harus bertujuan meningkatkan kemampuan produksi nasional dengan mendorong lebih cepat akumulasi faktor produksi. Dalam jangka panjang, implikasi belanja publik sebagai salah satu bentuk kebijakan fiskal dapat mempengaruhi kinerja perekonomian jangka panjang (dikutip dari Arthur Goldsmith, Rethinking The Relation Between Government Spending and Economic Growth : A Composition Approach to Fiscal Policy instruction for Principle Students. Journal of Economics Education, Spring 2008).
B. Penelitian Erdal Karago and Kerim Ozdemir (2006)
Erdal Karago and Kerim Ozdemir (2006) menyatakan bahwa banyak investigasi dan penelitian tentang hubungan pengeluaran pemerintah dan investasi swasta telah dilakukan dan di publikasikan. Ada beberapa hasil penelitian yang dapat dikelompokkan menjadi tiga. Pertama yang menyatakan bahwa tingginya pengeluaran pemerintah akan menyingkirkan investasi swasta (efek dari crowding out). Kedua menjelaskan hubungan antara ukuran disaggregate pengeluaran pemerintah dan investasi swasta menggunakan analisis disagregate. Ketiga menyatakan peningkatan pengeluaran pemerintah akan menarik keluar investasi swasta.
Erdal Karago and Kerim Ozdemir (2006) menggunakan metode estimasi maksimum (Johansen & Juselius, 1990) untuk menguji cointegration. Mempertimbangkan VAR dan corresponding VECM.
Dimana X = investasi swasta (PI), GE = pengeluaran pemerintah, dan Y = GDP Riil.
Berdasarkan data di Turki periode 1967-2001, semua variabel ditransformasi ke log seperti LPI< LGE dan LY. Data GDP diperoleh dari State Planning Organisation, Economic and Social Indicators: 1950-2000. Deflator GNP (1987=100%) digunakan untuk mendeflasi variabel. Impulse response analysis juga digunakan untuk menguji interrelationship antar variabel dan menilai penyesuaian keseimbangan jangka panjang. Fungsi ini menunjukkan efek dinamis dari government expenditure shock terhadap variabel lain.
Hasil penelitian mengindikasikan: Ada satu persamaan cointegrasi LPI = -22,444 -0,212LGE +2,306LY. Disamping itu juga ditemukan ada hubungan negatif jangka panjang antara pengeluaran pemerintah dan investasi swasta di Turki. iperkirakan pengeluaran pemerintah men-Crowding-out investasi swasta. Pengeluaran pemerintah adalah suatu faktor pembatas terhadap investasi swasta di Turkey. Kejutan (shock) dari pengeluaran pemerintah akan mempunyai efek negatif pada investasi swasta.
Pengeluaran pemerintah memiliki efek negatif pada investor swasta dan pengembangan ekonomi Turkey. Fungsi impulse respon, menunjukkan respon negatif pada investasi swasta untuk one standard deviation shock pengeluaran pemerintah. Pengeluaran pemerintah merupakan substitusi investasi swasta.
C. Penelitian Lainnya
Landau (1986) mengklasifikasikan pengeluaran pemerintah dalam 5 jenis: pengeluaran konsumsi, pengeluaran pendidikan, pengeluaran pengembangan modal, pengeluaran militer, dan pengeluaran transfer, dan menemukan bahwa seluruh pengeluaran tersebut berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Barro (1989,1990) menggunakan pertumbuhan per kapita GDP sebagai ukuran dari pertumbuhan ekonomi, dan menemukan bahwa ukuran pemerintah mempunyai pengaruh negatif signifikan dengan pertumbuhan ekonomi. Kormendi dan Meguire (1985) dan Ram (1986), menggunakan laju pertumbuhan dari GDP riil dan memperoleh hasil yang berlawanan bahwa pengeluaran pemerintah mempunyai pengaruh yang tidak signifikan dan berpengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan riil GDP. Ashauer (1989) menguji demand side hipotesis bahwa tingginya marginal productivity of government spending akan menghasilkan multiple ekspansion.
Pengaruh pendapatan yang timbul dari pengeluaran pemerintah dalam Hukum Wagner ditujukan kepada elastisitas pendapatan dari barang publik. Studi empirisnya di US mengenai investasi pemerintah di dalam infrastruktur inti menyebabkan produktivitas tetapi berlawanan dengan hipotesis Wagner. Cashin (1995) menemukan bahwa pajak distortionary menghambat pertumbuhan ketika transfer publik dan pengeluaran modal (input pelengkap pada fungsi produksi swasta) adalah memacu pertumbuhan.
Rubinson (1977) menunjukkan bahwa pengaruh positif dari ukuran pemerintah lebih sering terbukti di negara berkembang yang lebih miskin. Levine dan Renelt (1992) menggunakan suatu analisis sensitivitas regresi pertumbuhan antar negara dan menyimpulkan bahwa beberapa penemuan bersifat tidak konsisten di dalam daftar variabel eksplanatory.
D. Teori Pengeluaran Negara
Musgrave dan Rostow menyatakan perkembangan pengeluaran negara sejalan dengan tahap perkembangan ekonomi dari suatu negara. Pada tahap awal perkembangan ekonomi diperlukan pengeluaran negara yang besar untuk investasi pemerintah, utamanya untuk menyediakan infrastruktur seperti sarana jalan, kesehatan, pendidikan, dll. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi tetap diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi, namun diharapkan investasi sektor swasta sudah mulai berkembang. Pada tahap lanjut pembangunan ekonomi, pengeluaran pemerintah tetap diperlukan, utamanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, misalnya peningkatan pendidikan, kesehatan, jaminan sosial dsb.
Wagner menyatakan berdasarkan pengamatan dari negara-negara maju, disimpulkan bahwa dalam perekonomian suatu negara, pengeluaran pemerintah akan meningkat sejalan dengan peningkatan pendapatan perkapita negara tersebut. Di negara-negara maju, kegagalan pasar bisa saja terjadi, menimpa industri-industri tertentu dari negara tersebut. Kegagalan dari suatu industri dapat saja merembet ke industri lain yang saling terkait. Di sini diperlukan peran pemerintah untuk mengatur hubungan antara masyarakat, industri, hukum, pendidikan, dll.
Peacock dan Wiseman menyatakan bahwa kebijakan pemerintah untuk menaikkan pengeluaran negara tidak disukai oleh masyarakat, karena hal itu berarti masyarakat harus membayar pajak lebih besar. Masyarakat mempunyai sikap toleran untuk membayar pajak sampai pada suatu tingkat tertentu.
Apabila pemerintah menetapkan jumlah pajak di atas batas toleransi masyarakat, ada kecenderungan masyarakat untuk menghindar dari kewajiban membayar pajak. Sikap ini mengakibatkan pemerintah tidak bisa semena-mena menaikkan pajak yang harus dibayar masyarakat. Dalam kondisi normal, dengan berkembangnya perekonomian suatu negara akan semakin berkembang pula penerimaan negara tersebut, walaupun pemerintah tidak menaikkan tarif pajak. Peningkatan penerimaan negara akan memicu peningkatan pengeluaran dari negara tersebut.
E. Pengeluaran Pemerintah dan Crowding Out
Beberapa teori ekonomi menyatakan pengeluaran pemerintah dapat mempengaruhi tingkat output nasional. Pengeluaran pemerintah yang lebih tinggi akan meningkatkan ouput agregat (Dornbusch, 2001).
Defisit anggaran pemerintah merupakan hal yang normal. Yang penting adalah sebarapa lama angaran pemerintah akan menjadi surplus kembali. Secara umum sedikit surplus akan dicapai pada tahun-tahun boom dan sedikit defisit dapat terjadi pada tahun-tahun resesi. Ketika perekonomian mengalami resesi atau tumbuh lambat, mungkin pajak dapat dikurangi dan pengeluaran pemerintah ditambah agar dapat meningktkan output. (Dornbusch et al, 2001).
Namun di sisi lain, kenaikan pengeluaran pemerintah dapat menghambat laju invetasi. Crowding Out terjadi ketika kebijakan fiskal ekspansioner menyebabkan suku bunga naik sehingga mengurangi pengeluaran swasta terutama investasi swasta (Dornbusch et al, 2001).
Seberapa serius kita menghadapi crowding out? Dornbush, et al, (2001) mengajukan tiga point penting dalam menghadapi crowding out ini. Pertama, pada kondisi ekspansi fiskal yang meningkatkan permintaan, maka perusahaan dapat diminta merekrut lebih banyak pekerja untuk meningkatkan output mereka. Kedua kenaikan permintaan aggregate akan menaikkan pendapatan dan selanjutnya dapat meningkatkan tabungan. Ekspansi tabungan ini dapat membiayai defisit anggaran tanpa menyentuh pengeluaran swasta. Ketiga selama ekspansi fiskal, penawaran uang dinaikkan oleh otoritas moneter (monnetary acomodation) agar mencegah kenaikan suku bunga.

F. Peranan Anggaran dalam Ekonomi Islam
Karim (2008) menyatakan bahwa peran pemerintah sebagai pembeli besar dalam khazanah Islam klasik selama ini tampaknya kurang mendapat perhatian. Namun berkaitan dengan dunia modern sekarang ini maka diskusi pembelanjaan pemerintah secara islami telah banyak dibahas.
Umer Chapra (2000) dalam The Future of Economics: An Islamic Perspective, terbitan The Islamic Foundation Press mengemukakan ada 6 prinsip umum yang dapat membantu memberikan dasar yang rasional dan konsistem dalam belanja pemerintah:
1) kesejahteraan masyarakat menjadi kriteria utama untuk semua alokasi pengeluaran.
2) pengeluaran untuk penghapusan kesulitan hidup dan penderitaan lebih diutamakan daripada pengeluaran untuk kenyamanan;
3) kepentingan mayoritas harus lebih diutamakan daripada kepentingan minoritas;
4) pengorbanan dan kerugian individu dapat dilakukan untuk menyelamatkan pengorbanan dan kerugian publik, atau penghindaran pengorbanan dan kerugian besar;
5) siapapun yang menerima manfaat harus menanggung biayanya, dan
6) mengutamakan pengadaan sesuatu yang dibutuhkan dalam hal umat membutuhkan sesuatu tersebut sebagai syarat melaksanakan kewajiban seperti dikutip dalam Karim, 2008).

Demikian pula Ibnu Khaldun (1404M), sosiolog islam mengajukan konsep untuk resesi berupa mengecilkan pajak dan meningkatkan pengeluaran pemerintah. Pemerintah adalah pasar terbesar, ibu dari semua pasar, dalam hal besarnya penerimaan dan pengeluaran (Buku Muqoddimah 1404M, seperti dikutip dalam Karim, 2008).
Abu Yusuf (798M), ekonom islam menyatakan bahwa menjadi tanggung jawab pemerintah untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Abu Yusuf sangat menentang adanya pajak atas tanah pertanian dan menyarankan diganti dengan zakat pertanian yang dikaitkan dengan jumlah hasil panennya. Abu yusuf juga membuat rincian bagaimana kewajiban pemerintah dalam membiayai pembangunan infrastruktur seperti jembatan, bendungan, dan irigasi (Al Kharaj, 798M, seperti dikutip dalam Karim, 2008).
Pada masa Imam dan Khalifah Islam dalam suratnya kepada Malik bin Harits Al-Asytar, pada saat mengangkatnya sebagai Wali Negeri Mesir memberikan tugas berupa (1) mengumpulkan pendapatan negara, (2) memerangi musuh, (3) mengurus kepentingan penduduk, dan (4) membangun daerahnya (seperti dikutip dari buku Nahjul Balaghah, kumpulan ucapan, pidato, dan surat-surat Amir Al-Mukminin Imam Ali bin Abi Thalib, diedit oleh Syaikh Muhammad Abduh, terbitan Mathba’ah Al Istiqomah, tanpa tahun, dan edisi terjemahan bahasa Indonesia diterbitkan tahun 1991 oleh Penerbit Mizan Bandung, penterjemah Muhammad Al Baqir).
Bahkan di zaman itu sisi penerimaan dan pengeluaran negara terdiri dari pajak tanah (Kharaj), pajak seperlima (Khums), pajak atas orang dan badan usaha non muslim (jizyah) , penerimaan lain-lain seperti denda (kaffarah). Adapun di sisi pengeluaran terdiri dari pengeluran dakwah, pendidikan dan kebudayaan, iptek, hankam, kesejahteraan sosial, dan belanja pegawai (Karim, 2008).
Pada masa Khalifah Islam terdapat beberapa pengeluaran pemerintah yang tergolong primer antara lain: biaya pertahanan seperti biaya pesenjataan, transportasi, dan logistic untuk pertahanan negara, penyaluran zakat kepada yang berhak menerima menurut ketentuan syariat, pembayaran gaji untuk dai, muadzin, imam masjid, juga kepada para pejabat negara (eksekutif), hakim (yudikatif), dan imam atau wali (legislatif), pembayaran upah kepada para sukarelawan negara, pembayaran utang Negara, dan bantuan untuk musafir (Karim, 2008).
Adapun pengeluaran sekunder terdiri dari bantuan untuk orang yang belajar agama, hiburan untuk para delegasi keagamaan, hiburan untuk para utusan suku dan negara serta biaya perjalanan mereka, hadiah untuk pemerintahan negara lain, pembayaran untuk pembebasan kaum muslim yang menjadi budak, pembayaran denda atas mereka yang terbunuh secara tidak sengaja oleh pasukan kaum muslimin, pembayaran utang orang yang meinggal dalam keadaan miskin, pembayaran tunjangan untuk orang miskin, tunjangan untuk kerabat Rasulullah, cadangan pengeluaran untuk keadaan darurat (Karim, 2008).
G. Peranan Anggaran dalam Ekonomi Pancasila
Pasal 33 UUD 1945 merupakan pasal yang paling penting dalam bagi pengaturan perekonomian nasional. Dari pasal ini kita melihat pentingnya peranan negara dalam pengaturan perekonomian Indonesia. Pasal ini mencerminkan sikap tegas para pendiri negara untuk menganut sebuah sistem yang menjamin kesejahteraan sosial.
Pasal 27 UUD 1945 juga menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Dan untuk mereka yang kurang beruntung karena miskin ataupun telantar termasuk anak-anak dipelihara oleh negara.
Dalam kaitan ini, negara juga memerlukan pengaturan keuangan negara untuk menjalankan fungsinya, sehingga anggaran negara ditetapkan melalui Undang-Undang.
Pasal 23 ayat 1 UUD 1945 menyatakan ”Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ditetapkan tiap-tiap tahun dengan Undang-undang. Apabila DPR tidak menyetujui anggaran yang diusulkan, pemerintah menjalankan anggaran yang lalu”.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut. Pengeluaran pemerintah memiliki pengaruh terhadap output nasional di beberapa negara, namun terdapat perbedaan hasil penelitian yang dapat dikelompokkan dalam tiga kategori: Pertama yang menyatakan bahwa tingginya pengeluaran pemerintah akan menyingkirkan investasi swasta (efek dari crowding out). Kedua menjelaskan hubungan antara ukuran disaggregate pengeluaran pemerintah dan investasi swasta menggunakan analisis disagregate. Ketiga menyatakan peningkatan pengeluaran pemerintah akan menarik keluar investasi swasta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar