Entri Populer

Minggu, 25 April 2010

Koperasi Sebagai Sokoguru Perekonomian

 Koperasi Sebagai Sokoguru Perekonomian Nasional
Koperasi merupakan “Sokoguru” perekonomian nasional, artinya kegiatan ekonomi rakyat dibawah mendukung perekonomian besar di atasnya(dalam hubungan vertikal). Sebagai contoh koperasi cengkeh dan koperasi tembakau adalah sokoguru industri rokok kretek. Koperasi kopra adalah sokoguru industri minyak goreng, dan seterusnya.

Para pedagang sektor informal (termasuk K-5) telah menyediakan kehidupan murah bagi buruh-buruh miskin dari perusahaan-perusahaan besar-kaya yang formal-modern. Proses merembes ke ataslah (Trickle-up) yang dterjadi di lapangan yang kecil mensubsidi yang besar, bukan sebaliknya. Pola-pikir berdasarkan mekanisme merembes ke bawah (Tricle-down mechanism) pada dasarnya merupakan suatu moral crime karena menganggap rakyat bawah hanya mengharap rembesan. Jelaslah bahwa sektor informal menjadi sokoguru dari perusahaan-perusahaan besar itu.

Maka petani tembakau dan petani sebenarnya telah menjadi sokoguru perusahaa-perusahaan rokok. Bagi mereka ini termasuk para penjual rokok dan konsumen rokok perlu donatur agar dapat memiliki saham pabrik-pabrik rokok. Para pelanggan kebutuhan konsumsi sehari-hari patut ikut memiliki saham supermarket. Demikian pula pelanggan telepon, harus dapat diatur dan difasilitasi agar mereka di utamakan bisa memiliki saham PT Telkom, PT Indosat dan lain sebagainya.”Pemilik adalah pelanggan” merupakan salah satu wujud nyata sistem ekonomi kooperativisme. Disinilah awal dari koperasi sebagai wadah ekonomi rakyat (mikro) dan keterikaatan vertikal serta horizontal dalam konsepsi “Triple-Co” (makro) akan menjadi rintisan bagi koperasi dan sistem koperasi sebagai pilar orde ekonomi Indonesia. Oleh Karena itu perencanaan ekonomi harus sekaligus merupakan perencanaan sistem ekonomi.

Para pengajar dan dosen koperasi harus peka (dan bersikap menantang) terhadap perampokan aset negara ini sebagaimana terjadi saat ini yang arahnya memperkukuh pemilikan orang-perorang.

Kontemplasi Menentang Statusquo

Itulah sebenarnya justru PBB (dengan Konvensi PBB 1999 dan 2001) menegaskan harapannya akan pentingnya koperasi (di dunia) dalam tiga hal, yaitu: penanggulangan kemiskinan, mendorong pembukaan lapangan kerja dan memperkukuh integrasi sosial. Ada baiknya para ekonom, teknokrat dan anak buahnya mau membuka mata terhadap nurani dan kemampuan berpikir mereka sendiri. Koperasi di seluruh dunia semakin maju. Hanya di Indonesia koperasi terpuruk karena menghindari jati-dirinya, mendekati adopsi pendekatan atas-bawah, padahal yang seharusnya adalah bawah-atas.

Ekonomi koperasi dengan kooperativismenya adalah ekonomi masa depan. Sebagai ilustrasi, makhluk pra-beradab hidup berdasar insting bersaing dan predatori, yang kuat menyingkirkan, bahkan memangsa yang lemah. Demikian pula manusia praberadab akan cenderung berakhlak homo homini lupus. Makin beradab dalam proses evolusi sejenis makhluk, makin cenderung melepaskan diri dari pertarungan antar sesama, menuju kerjasama. Demikian pula manusia, makin maju dalam peradaban makin cenderung memupuk kerjasama, menuju perilaku sebagai makhluk sosial(homo socius), makin melepaskan diri dari keprimitifan selaku homo economicus.
Kapitalisme kuno telah berubah menjadi kapitalisme baru yang bersahabat, atas ciri makin berkurang insting predatorinya dalam kehidupan ekonomi. Religi menambah kadar kesosisalan manusia, membentuk hidup bersama saling tolong-menolong menjadi homo socius dan sekaligus homo religius.
Kebersamaan dan asas kekeluargaan makin dikemukakan sebagai paradigma baru dalam sistem kehidupan berekonomi. Selanjutnya kompetisi dan kerjasama dua kekuatan kembar yang tak terpisahkan (inseparable twin forces) dalam proses menuju modernisasi. Ilmu ekonomi yang harus di ajarkan di sekolah-sekolah dan kampus-kampus kita, yang saat ini masih mengacu dan terjebak di dalam parsialisme ekonomi neoklasikal, memerlukan suatu reformasi kurikulum sehingga pembelajaran ilmu ekonomi dapat mencapai bentuk utuhnya.
 Demokrasi Ekonomi
Akhir-akhir ini semakin luas dibahas sistem Ekonomi Syariah yang dianggap lebih adil dibanding sistem ekonomi yang berlaku sekarang khususnya sejak 1966 (Orde Baru) yang berciri kapitalistik dan bersifat makin liberal, yang setelah kebablasan kemudian meledak dalam bentuk bom waktu berupa krismon tahun 1997. Krismon yang menghancurkan sektor perbankan modern kini tidak saja telah menciutkan jumlah bank menjadi kurang dari separo, dari 240 menjadi kurang dari 100 buah, tetapi juga sangat mengurangi peran bank dalam perekonomian nasional.
Dalam pada itu Sistem Ekonomi Pancasila yang bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (sila ke-5) jelas berorientasi pada etika (Ketuhanan Yang Maha Esa), dan kemanusiaan, dengan cara-cara nasionalistik dan kerakyatan (demokrasi). Secara utuh Pancasila berarti gotong-royong, sehingga sistem ekonominya bersifat kooperatif/ kekeluargaan/ tolong-menolong.
Jika suatu masyarakat/negara/bangsa, warganya merasa sistem ekonominya berkembang ke arah yang timpang dan tidak adil, maka aturan mainnya harus dikoreksi agar menjadi lebih adil sehingga mampu membawa perekonomian ke arah keadilan ekonomi dan sekaligus keadilan sosial.
Profit-Sharing dan Employee Participation. Prinsip profit-sharing atau bagi-bagi keuntungan dan resiko yang jelas merupakan ajaran Sistem Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Pancasila sebenarnya sudah diterapkan di sejumlah negara maju (welfare state) yang merasa bahwa penerapan prinsip profit-sharing dan employee participation lebih menjamin ketentraman dan ketenangan usaha dan tentu saja menjamin keberlanjutan suatu usaha.
Meskipun pengertian economic democracy jelas lebih luas dari industrial democracy namun keduanya bisa diterapkan sebagai asas atau “style” manajemen satu perusahaan yang jika dilaksanakan dengan disiplin tinggi akan menghasilkan kepuasan semua pihak (stakeholders) yang terlibat dalam perusahaan. Itulah demokrasi industrial yang tidak lagi menganggap modal dan pemilik modal sebagai yang paling penting dalam perusahaan, tetapi dianggap sederajat kedudukannya dengan buruh/tenaga kerja, yang berarti memberikan koreksi atau reformasi pada kekurangan sistem kapitalisme lebih-lebih yang bersifat neoliberal.
Prinsip employee participation yaitu partisipasi buruh/karyawan dalam pengambilan keputusan perusahaan sangat erat kaitannya dengan asas profit-sharing. Adanya partisipasi buruh/karyawan dalam decision-making perusahaan berarti buruh/karyawan ikut bertanggung jawab atas diraihnya keuntungan atau terjadinya kerugian.
Banyak perusahaan di negara kapitalis yang menganut bentuk negara kesejahteraan (welfare state) telah menerapkan prinsip profit-sharing dan employee participation ini, dan yang paling jelas diantaranya adalah bangun perusahaan koperasi, baik koperasi produksi maupun koperasi konsumsi, terutama di negara-negara Skandinavia.










 Perlu Undang – Undang Baru Koperasi

Perlunya undang – undang baru koperasi adalah keinginan bagi gerakan koperasi untuk memilki undang – undang yang tahun ujian zaman, dan mampu memberikan tanggapan yang tepat terhadap tuntunan yang dinamis dan berubah – ubah. Oleh karena itu penggantian undang – undang ini diharapkan harus memnuhi keriteria sebagai berikut:

1. Harus didasarkan pada praktik – praktik perkoperasian yang udah ada atau sedang berjalan sehingga undang – undang ini realistis dan dapat digunakan dalam praktek memecahkan masalah - masalah nyata.
2. Harus dapat menerjemahkan falsafah perkoperasian sebagai tuntunan perkembangannya. Hal ini sangat menguntungkan karena koperasi memiliki falsafah yang sama dengan Negara, yaitu pancasila.
3. Harus dapat melihat jauh ke depan, sehingga dapat mengantisipasi kemungkinan – kemungkinan yang terjadi untuk jangka waktu panjang mendatang.
4. Harus cukup longgar dan luwes untuk dapat menyesuaikan diri dengan perubahan – perubahan keadaan.

Dari segi materi dianggap perlu ada jaminan yang membuat gerakan koperasi memperoleh manfaat yang sebesar – besarnya dari adanya undang – undang, dan dalam kaitan itu hal – hal pokok yaqng harus dicantumkan sebagai kerangka strukturalnya antara lain sbb:

1. Ada kejelasan dan ketegasan komitmen dan kebijakan pemerintah dalam pembangunan koperasi.
2. Adanya pengakuan mengenai ideology koperasi yang mencakup falsafah, gagasan pokok, serta asas dan sendi koperasi.
3. Adanya pengaturan mengenai structural organisasi koperasi dan batasan mengenai ruang lingkup dari langkah – langkah pemerintah dalam pembinaan koperasi.
4. Adanya kewajiban pemerintah sebagai keseluruhan untuk memberikan bimbingan, pengawasan, perlidungan serta fasilitas tehadap koperasi.
5. Adanya aparatur khusus dalam pemerintahan yang diberikan kewajiban dan wewenang untuk membina koperasi, serta cara – cara melaksanakan kewajiban dan wewenang tersebut.
Oleh karena itu pihak – pihak koperasi akan memiliki pemahaman yang mendalam mengenai hakikat koperasi dan akan memberikan keluwesan serta kelonggaran bagi perkembangan koperasi dalam menyesuaikan diri dengan perubahan – perubahan keadaan.

















 Daya Saing Koperasi

Situasi perkembangan politik yang mempengaruhi perkembangan koperasi dalam tat ekonomi di Indonesia terasa lebih menekan daripada mendukung. Demikian pula dengan keinginan politik pemerintahan dalam pengembangan koperasi masih bersifat mendua. Dalam penetapan perencanaan diharapkan agar pertumbuhan ekonomi mencapai lima persen per tahun. Setidaknya rencana pertumbuhan ekonomi tersebut, pemerintah hendak mencapai pertumbuhan ekonomi pangan diatas tingkat perkembangan masyarakat yang diperkirakan sekitar 2,5 persen per tahun.

Tetapi di sector lain seperti sector industry secara terang – terangan mendapat perhatian ang lebih besar dibanding dengan koperasi yang akan menunjang perekonomian masyarakat. Hal ini juga diperberat dengan tumbuhnya ekonomi komersial baik sector bisnis swasta maupun kapitalis Negara seperti perusahan – perusahaan Negara.

Walaupun dalam situasi ekonomi di Indonesia dinyatakan bahwa sector industry dan komersial saling berkomplementer dengan sector koperasi yang akan menunjang ekonomi rakyat, namun dalam kenyataannya yang dua itu adalah saingan konkrit dari sector koperasi. Wujud nyata dari persaingan itu adalah bahwa bagian tertentu yang seharusnya digarap oleh koperasi direbut oleh sector lain. Dan koperasi masih harus merebut kembali garapan tersebut. Akibatnya dalam berbagai hal koperasi hanya bisa menjadi penonton saja dalam arena pertarungan antara kekuatan ekonomi yang berperan dalam masyarakat kita.

Situasi ini disebabkan karena koperasi masih kurang dipercaya atau sector lain telah berkembang lebih dahulu sehingga secara ekonomis memang harus diserahkan kepada sector lain diluar koperasi. Dalam hal ini masyarakat dan pemerintah sendiri memeang lebih percaya kepada sector lain diluar koperasi karena koperasi dinilai belum siap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar