Entri Populer

Jumat, 14 Januari 2011

AKUNTANSI PEMERINTAHAN

PENDAHULUAN
Tujuan Pernyataan Standar ini adalah untuk mengatur penyusunan laporan keuangan konsolidasian pada unit-unit pemerintahan dalam rangka menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statements) demi meningkatkan kualitas dan kelengkapan laporan keuangan dimaksud. Dalam standar ini, yang dimaksud dengan laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan keuangan untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna laporan termasuk lembaga legislatif sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.











AKUNTANSI PEMERINTAHAN
A. STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
Setelah mengalami proses yang panjang, Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang telah lama dinantikan oleh berbagai pihak telah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tanggal 13 Juni 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (PP SAP). Dengan ditetapkannya PP SAP maka untuk pertama kali Indonesia memiliki standar akuntansi pemerintahan.

Menandai Dimulainya Implementasi Standar Akuntansi Pemerintahan, Wakil Presiden RI meluncurkan Standar Akuntansi Pemerintahan di Istana Wakil Presiden pada tanggal 6 Juli 2005. Acara ditandai dengan penyerahan Standar Akuntansi Pemerintahan Kepada Ketua BPK, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, Gubernur DKI Jakarta, Bupati Toli-Toli dan Walikota Pangkal Pinang. Dalam sambutannya Wakil presiden menyatakan keharusan implementasi SAP bagi pemerintah pusat dan daerah.
1. Latar Belakang terbitnya PP SAP
Gagasan perlunya standar akuntansi pemerintahan sebenarnya sudah lama ada, namun baru pada sebatas wacana. Seiring dengan berkembangnya akuntansi di sector komersil yang dipelopori dengan dikeluarkannya Standar Akuntansi Keuangan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (1994), kebutuhan standar akuntansi pemerintahan kembali menguat. Oleh karena itu Badan Akuntansi Keuangan Negara (BAKUN), Departemen Keuangan mulai mengembangkan standar akuntansi.
Bergulirnya era reformasi memberikan sinyal yang kuat akan adanya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Salah satunya adalah PP 105/2000 yang secara eksplisit menyebutkan perlunya standar akuntansi pemerintahan dalam pertanggungjawaban keuangan daerah. Pada tahun 2002 Menteri Keuangan membentuk Komite Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah yang bertugas menyusun konsep standar akuntansi pemerintah pusat dan daerah yang tertuang dalam KMK 308/KMK.012/2002.
UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengamanatkan bahwa laporan pertanggungjawaban APBN/APBD harus disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi Pemerintahan, dan standar tersebut disusun oleh suatu komite standar yang indenden dan ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharan Negara kembali mengamanatkan penyusunan laporan pertanggungjawaban pemerintah pusat dan daerah sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan, bahkan mengamanatkan pembentukan komite yang bertugas menyusun standar akuntansi pemerintahan dengan keputusan presiden. Dalam penyusunan standar harus melalui langkah-langkah tertentu termasuk dengar pendapat (hearing), dan meminta pertimbangan mengenai substansi kepada BPK sebelum ditetapkan dalam peraturan pemerintah.



2. Proses Penyusunan SAP
Komite standar yang dibentuk oleh Menteri Keuangan sampai dengan tahun pertengahan tahun 2004 telah menghasilkan draf SAP yang terdiri dari Kerangka konseptual dan 11 pernyataan standar, kesemuanya telah disusun melalui due procees. Proses penyusunan (Due Process) yang digunakan ini adalah proses yang berlaku umum secara internasional dengan penyesuaian terhadap kondisi yang ada di Indonesia. Penyesuaian dilakukan antara lain karena pertimbangan kebutuhan yang mendesak dan kemampuan pengguna untuk memahami dan melaksanakan standar yang ditetapkan. Tahap-tahap penyiapan SAP adalah sebagai berikut:
a. Identifikasi Topik untuk Dikembangkan Menjadi Standar.
b. Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) di dalam KSAP.
c. Riset Terbatas oleh Kelompok Kerja.
d. Penulisan draf SAP oleh Kelompok Kerja.
e. Pembahasan Draf oleh Komite Kerja.
f. Pengambilan Keputusan Draf untuk Dipublikasikan.
g. Peluncuran Draf Publikasian SAP (Exposure Draft).
h. Dengar Pendapat Terbatas (Limited Hearing) dan Dengar Pendapat Publik (Public Hearings).
i. Pembahasan Tanggapan dan Masukan Terhadap Draf Publikasian.
j. Finalisasi Standar

3. Penetapan SAP
Sebelum dan setelah dilakukan publik hearing, Standar dibahas bersama dengan Tim Penelaah Standar Akuntansi Pemerintahan BPK. Setelah dilakukan pembahasan berdasarkan masukan-masukan KSAP melakukan finalisasi standar kemudian KSAP meminta pertimbangan kepada BPK melalui Menteri Keuangan. Namun draf SAP ini belum diterima oleh BPK karena komite belum ditetapkan dengan Keppres. Suhubungan dengan hal tersebut, melalui Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2004 dibentuk Komite Standar Akuntansi Pemerintahan. Komite ini segera bekerja untuk menyempurnakan kembali draf SAP yang pernah diajukan kepada BPK agar pada awal tahun 2005 dapat segera ditetapkan.
Draf SAP pun diajukan kembali kepada BPK pada bulan Nopember 2004 dan mendapatkan pertimbangan dari BPK pada bulan Januari 2005. BPK meminta langsung kepada Presiden RI untuk segera Menetapkan Standar Akuntansi Pemerintahan dengan Peraturan Pemerintah (PP). Proses penetapan PP SAP pun berjalan dengan Koordinasi antara Sekretariat Negara, Departemen Keuangan, dan Departemen Hukum dan HAM, serta pihak terkait lainnya hingga penandatanganan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan oleh Presiden pada tanggal 13 Juni 2005.



4. Kandungan PP SAP
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan terdiri dari:
a. Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan.
b. PSAP 01: Penyajian Laporan Keuangan.
c. PSAP 02: Laporan Realisasi Anggaran.
d. PSAP 03: Laporan Arus Kas.
e. PSAP 04: Catatan atas Laporan Keuangan.
f. PSAP 05: Akuntansi Persediaan.
g. PSAP 06: Akuntansi Investasi.
h. PSAP 07: Akuntansi Aset Tetap.
i. PSAP 08: Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan.
j. PSAP 09: Akuntansi Kewajiban.
k. PSAP 10: Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, dan Peristiwa Luar Biasa.
l. PSAP 11: Laporan Keuangan Konsolidasian.
PP SAP akan digunakan sebagai pedoman dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah pusat dan daerah berupa:
1. Neraca,
2. Laporan Realisasi Anggaran,
3. Laporan Arus Kas, dan
4. Catatan atas Laporan Keuangan.
Dengan adanya SAP maka laporan keuangan pemerintah pusat/daerah akan lebih berkualitas (dapat dipahami, relevan, andal dan dapat diperbandingkan). Dan laporan tersebut akan diaudit terlebih dahulu oleh BPK untuk diberikan opini dalam rangka meningkatkan kredibilitas laporan, sebelum disampaikan kepada para stakeholder antara lain: pemerintah (eksekutif), DPR/DPRD (legislatif), investor, kreditor dan masyarakat pada umumnya dalam rangka tranparansi dan akuntabilitas keuangan negara.

B. RUANG LINGKUP SAP
Laporan keuangan untuk tujuan umum dari unit pemerintahan yang ditetapkan sebagai entitas pelaporan disajikan secara terkonsolidasi menurut Pernyataan Standar ini agar mencerminkan satu kesatuan entitas.
Laporan keuangan konsolidasian pada pemerintah pusat sebagai entitas pelaporan mencakup laporan keuangan semua entitas akuntansi, termasuk laporan keuangan badan layanan umum.
Pernyataan Standar ini tidak mengatur:
1. Laporan keuangan konsolidasian perusahaan negara/ daerah;
2. Akuntansi untuk investasi dalam perusahaan asosiasi;
3. Akuntansi untuk investasi dalam usaha patungan (joint venture) dan PSAP 11 – 2.
4. Laporan statistik gabungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.



C. LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN
Laporan keuangan konsolidasian adalah suatu laporan keuangan yang merupakan gabungan keseluruhan laporan keuangan entitas pelaporan sehingga tersaji sebagai satu entitas tunggal. Laporan keuangan konsolidasian terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan.

Laporan keuangan konsolidasian disajikan untuk periode pelaporan yang sama dengan periode pelaporan keuangan entitas pelaporan dan berisi jumlah komparatif dengan periode sebelumnya. Pemerintah pusat menyampaikan laporan keuangan konsolidasian dari semua kementerian negara/lembaga kepada lembaga legislatif.
1. Prosedur Konsolidasi
Konsolidasi yang dimaksud oleh Pernyataan Standar ini dilaksanakan dengan cara menggabungkan dan menjumlahkan akun yang diselenggarakan oleh entitas pelaporan dengan entitas pelaporan lainnya dengan atau tanpa mengeliminasi akun timbal balik.
Entitas pelaporan menyusun laporan keuangan dengan menggabungkan laporan keuangan seluruh entitas akuntansi yang secara organisatoris berada di bawahnya.

Konsolidasi dapat dilaksanakan baik dengan mengeliminasi akun-akun yang timbal balik (reciprocal) maupun tanpa mengeliminasinya. Dalam hal konsolidasi dilakukan tanpa mengeliminasi akun-akun yang timbal-balik, maka nama-nama akun yang timbal balik, dan estimasi besaran jumlah dalam akun yang timbal balik dicantumkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

D. PENJURNALAN
Dalam bahasa akuntansi, menjurnal adalah mencatat. Tempat mencatat disebut Buku Jurnal. Oleh karena itu, penjurnalan dilakukan di buku jurnal, yang memiliki kolom Debit dan Kredit. Ada 3 (tiga) jenis buku jurnal, yakni Jurnal Penerimaan Kas, Jurnal Pengeluaran Kas, dan Jurnal Umum. Dua yang pertama disebut juga jurnal khusus.

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No.13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah disebutkan bahwa Jurnal Penerimaan Kas digunakan untuk mencatat penerimaan kas yang berasal dari realisasi pendapatan dan penerimaan pembiayaan, sementara Jurnal Pengeluaran Kas digunakan untuk mencatat pengeluaran kas untuk realisasi belanja dan pengeluaran pembiayaan. Sedangkan Jurnal Umum digunakan untuk mencatat transaksi non-kas, seperti untuk mencatat jurnal koreksi, jurnal penyesuaian, jurnal penutup dan transaksi lain lain yang tidak menyebabkan aliran kas (masuk maupun keluar).

Penjurnalan dalam akuntansi pemerintahan di Indonesia berbeda dengan akuntansi bisnis (yang diajarkan di perguruan tinggi). Perbedaan yang terjadi antara lain:
1. Mencatat rekening anggaran
Transaksi yang dicatat dalam akuntansi keuangan daerah adalah transaksi yang terjadi karena pelaksanaan realisasi atas anggaran (APBN/D). Dengan demikian, nama rekening yang dijurnal adalah rekening Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan. Jika transaksi realisasi anggaran ini mempengaruhi posisi keuangan atau rekening-rekening neraca, maka dibuat jurnal corollary. Dalam akuntansi bisnis tidak dikenal jurnal ini.

2. Adanya jurnal korolari (corollary)
Jurnal korolari adalah jurnal yang dibuat untuk mengakui rekening-rekening neraca yang timbul akibat transaksi rekening-rekening APBD (lihat: Abdul Halim, 2007, Akuntansi Keuangan Daerah, halaman 155). Artinya, jurnal korolari adalah jurnal ikutan atau jurnal kedua yang dibuat setelah jurnal anggaran.

3. Jurnal penyesuaian tidak berhubungan Pendapatan dan Belanja
Jurnal penyesuaian dimaksudkan untuk “membetulkan” saldo di buku besar yang belum menunjukkan keadaan yang sesungguhnya. Dalam akuntansi bisnis, jurnal ini terutama untuk memperbaiki saldo rekening-rekening nominal atau temporer yang akan disajikan dalam Laporan Rugi Laba (LRL) dan tidak mengandung rekening kas. Namun, dalam akuntansi pemerintahan, jurnal penyesuaian tidak berkaitan dengan pengakuan atas pendapatan atau belanja (=biaya) yang akrual karena akuntansi keuangan daerah menggunakan basis kas untuk rekening APBN/D.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar